Apa itu kopi kawa daun? Mungkin tidak banyak yang mengenal minuman satu ini, karena memang tidak seterkenal kopi biasa. Tumbuhan kopi dapat dimanfaatkan secara keseluruhan, tidak hanya bijinya saja, tetapi juga daunnya yakni kawa daun.
Budaya menyeduh kopi kawa daun ini umum terjadi di Sumatera Barat, masyarakat mengonsumsi minuman yang mirip dengan teh tersebut. Yuk, kenali lebih jauh tentang Kawa Daun atau yang biasa masyarakat setempat menyebutnya dengan Aia Kawa.
Apa itu Kawa Daun?
Penyebutan nama Kawa Daun oleh masyarakat Sumatera Barat merupakan adaptasi dari kata dalam bahasa Arab yakni “Qahwah”. Kata tersebut memiliki makna kopi. Hingga saat ini, masyarakat masih menggunakan penyebutan itu.
Masyarakat Sumatera Barat menikmati Kopi Kawa secara turun temurun khususnya di berbagai lapisan masyarakat Minangkabau. Biasanya minuman ini disajikan dalam gelas batok kelapa yang disebut dengan sayak dalam bahasa Minang. Kemudian, di gelas diberi tatakan yang terbuat dari bambu.
Budaya minum kopi kawa telah ada bahkan sebelum masa kolonial belanda. Masyarakat meminumnya ketika mengadakan upacara adat. Menariknya, budaya ini masih ada hingga saat ini. Urang Minang biasa menikmatinya bersama dengan makanan khas ranah Minang lainnya.
Sejarah dan Asal Usul Kopi Kawa
Penyebaran kopi di Sumatera Barat sebelum bangsa Eropa melalui pedagang Arab yang singgah di kota tersebut. Inilah yang juga mempengaruhi masyarakat Minangkabau menyebut kopi sebagai “kawa” yang berasal bahasa Arab “Qahwah”.
Penyebutan tersebut mengikuti dialek masyarakat sekitar kawa daun atau aia kawa. Kebiasaan menyeduh daun ini rupanya juga diadopsi dari pedagang Arab yang suka merebus bahan rempah dan daun.
Akhirnya, dalam masyarakat muncul pemahaman jika menikmati daun kopi seperti teh dapat memberi manfaat lebih banyak dibanding dengan bijinya. Menurut mereka, mengonsumsi rebusan daun kopi dapat meningkatkan stamina bahkan menyegarkan tubuh.
Bagi orang Minang, daun kopi lebih penting daripada buah kopi sendiri. Hal itu, menyebabkan munculnya sebutan Melayu Daun Kopi oleh Belanda. Julukan ini sekaligus ejekan dari mereka karena menurut Belanda biji kopi lebih berharga dibandingkan daunnya.
Daun kopi masyarakat nikmati sendiri, sementara biji kopinya diberikan kepada Belanda. Komoditas kopi sangat laku di pasar dunia, itu yang akhirnya Belanda menerapkan tanam paksa kopi di wilayah Sumatera Barat setelah keberhasilan di Pulau Jawa.
Ditambah lagi, topografi wilayah Sumatera Barat yang dikelilingi perbukitan serta kondisi alamnya yang baik, membuat Belanda semakin yakin menerapkan sistem yang telah berhasil di Jawa itu.
Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat menyadari jika Belanda memanfaatkan mereka. Komoditi kopi bernilai tinggi di Eropa, sehingga keuntungan yang dihasilkan pun cukup tinggi.
Sementara itu, kebijakan dari Belanda mengharuskan masyarakat untuk menjual semua hasil panennya kepada VOC tanpa menyisakan biji kopi sedikit pun. Ini juga menjadi alasan masyarakat tidak bisa menikmati biji kopi, melainkan hanya daun kopinya saja. Untungnya, mereka sudah terbiasa menikmati rebusan daun kopinya sejak lama.
Ketika komoditi kopi harganya semakin tinggi, masyarakat Minangkabau menanam kopi lebih banyak lagi. Namun, dengan cerdiknya mereka hanya menjual sebagian hasil panennya ke gudang kopi Belanda. Sedangkan, sebagian lainnya dijual pada pihak lain di wilayah pesisir timur Sumatera.
Wilayah kawasan pesisir timur Sumatera saat itu menjadi pelabuhan terbuka untuk pasar internasional. Rakyat memahami jika harga kopi di pantai timur jauh lebih tinggi ketimbang harga dari VOC.
Berbeda dengan di Pulau Jawa, tanam paksa di wilayah tersebut akhirnya dihapuskan. Meskipun begitu, budaya meminum seduhan daun kopi masih berlanjut hingga saat ini.
Bagaimana Cara Membuat Kopi Kawa Daun?
Membuat kopi kawa daun terbilang mudah, ada yang menggunakan daun yang masih muda seperti pemetikan teh hijau. Ada juga yang menggunakan daun kopi hampir gugur yang ditandai dengan warna kekuning-kuningan.
Setelah melakukan pemetikan, daun yang dikumpulkan harus dijemur di bawah sinar matahari selama 1 jam. Barulah setelah itu, daun dikeringkan kembali di atas tungku. Menurut masyarakat pengeringan dua tahap dapat menghasilkan cita rasa yang lebih berbeda.
Pengeringan kedua memungkinkan daun kawa dapat disimpan dalam waktu lama, mirip dengan daun teh kering. Kemudian, daun tersebut diseduh dan dinikmati dalam wadah batok yang harus diminum dalam satu tegukan. Beberapa orang menambahkan kayu manis sebagai aroma dan susu sebagai pelengkapnya.
Sampai saat ini, budaya minum kopi jenis ini menjadi bagian dari masyarakat Sumatera Barat yang terus dilestarikan. Masyarakat menggunakan minuman ini sebagai sarana berkomunikasi yang menguatkan silaturahmi antar sesama. (*)
Baca artikel tentang kopi terlengkap di KopiKita dan temukan segala hal yang perlu kamu ketahui tentang dunia kopi, dari jenis biji hingga cara peracikannya.
Referensi:
- Nusantara Institute. Kawa Daun, Tradisi Unik Leluhur Menikmati Kopi. Diakses pada tanggal 22 Januari 2024. https://www.nusantarainstitute.com/kawa-daun-tradisi-unik-leluhur-menikmati-kopi/
- Otten Coffee. Apa Itu Kawa Daun? Diakses pada tanggal 22 Januari 2024. https://ottencoffee.co.id/majalah/apa-itu-kawa-daun
- Otten Coffee. Tak Hanya Biji Kopi Daun Kopi Juga Kaya Manfaat. Diakses pada tanggal 22 Januari 2024. https://ottencoffee.co.id/majalah/tak-hanya-biji-kopi-daun-kopi-juga-kaya-manfaat
- Gordi. Secangkir Kopi Kawa Daun Meninggalkan Kisah. Diakses pada tanggal 22 Januari 2024. https://www.gordi.id/blogs/updates/secangkir-kopi-kawa-daun-meninggalkan-kisah