Banyak orang menyukai kopi karena memiliki citarasa yang sangat khas dari proses roasting. Tentu saja untuk merasakan manfaat kafein demi tetap fokus pada pekerjaan. Citarasa kopi ini muncul akibat pemanasan dengan suhu tinggi ketika proses penyangraian atau roasting. Dengan energi panas, biji kopi mengalami penguapan air. Proses penyangraian atau roasting kopi, green bean (biji kopi) mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Secara fisik, perubahan terlihat dari warna, ukuran, dan volumenya.
Perubahan secara kimia-lah yang sebenarnya mempengaruhi hasil citarasa akhir khas kopi. Itu terjadi karena interaksi senyawa-senyawa kimia di dalam biji kopi.
Tahapan Biji Kopi Secara Fisik
Terjadi beberapa tahap perubahan fisik pada biji kopi ketika proses roasting berlangsung. Tahapan ini terjadi secara simultan dan saling berkaitan.
Bentuk perubahannya pun dapat terlihat secara langsung dengan melihatnya. Namun, dapat juga dilakukan uji kuantitatif dengan bantuan alat ukur densitas berat. Mengamati perubahan fisik biasanya dilakukan sebelum roasting, dan setelahnya.
Perubahan Warna Biji Kopi
Dalam proses roasting, biji kopi disangrai di dalam drum bersuhu sekitar 195°C. Di satu menit roasting awal, biji kopi akan mengalami penurunan suhu menjadi 100-105°C. Lalu, meningkat kembali sesuai dengan pasokan energi panasnya.
Penurunan ini karena terserap dan menaikkan suhu dari green bean. Pada proses ini juga terjadi penguapan air dari dalam biji kopi.
Kadar air dalam green bean akan menyusut sehingga biji kopi berubah warna kecoklatan. Perubahan warna ini dapat diukur menggunakan Lovibond meter berdasarkan tingkat kecerahannya.
Pada alat Lovibond, nilai kecerahan disingkat menjadi (L), ukuran ini berdasarkan jumlah sinar di panjang gelombang tertentu. Permukaan biji kopi akan memantulkan ulang gelombang tersebut. Jika nilai L tinggi, maka berarti biji kopi memiliki warna yang cerah.
Perubahan Berat Green Bean
Ketika proses roasting terjadi penyusutan berat karena penguapan air pada biji kopi. Misalnya, dalam penyangraian sekitar 14 menit, kadar air dalam biji menyusut menjadi 4% dari 12,50% di awal.
Dalam jumlah kadar air 4% tersebut, beberapa jenis senyawa organik mulai bersintesa. Selain, menghasilkan senyawa kimia, juga terjadi penguapan gas karbondioksida (CO2).
Berkurangnya berat biji, juga dipengaruhi oleh lepasnya kulit ari. Semakin gelap tingkat roasting, maka penyusutan akan semakin banyak.
Penyusutan berat dalam proses roasting atau penyangraian dikenal dengan rendemen. Ini berguna sebagai tolak ukur tingkat fungsional sebuah mesin sangrai.
Perubahan Massa Jenis Curah Green Bean
Massa jenis atau densitas green bean terlihat dari perbandingan antara berat dan volume biji kopi.
Misalnya, mulanya green bean memiliki massa jenis 615 kg/m3 dan kadar air 12,50%. Lalu, seusai roasting selama tujuh menit, terjadi penurunan kadar air menjadi 8%.
Tentu saja, massa jenis curah biji kopi berkurang menjadi 506 kg/m3. Turun lagi menjadi 400 kg/m3 setelah roasting selama 14 menit.
Selain itu, terjadi perkembangan volume green bean yang merupakan efek dari tekanan uap air dan gas CO2. Ekspansi ini terjadi di dalam dinding sel biji kopi. Misalnya, penyangraian tingkat dark atau gelap terjadi pembesaran biji hingga 30-40% dari ukuran semula.
Tahapan Green Bean Secara Kimia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kopi memiliki kandungan senyawa kimia. Senyawa ini yang nantinya akan menghasilkan citarasa khas kopi. Senyawa kimia dalam biji kopi, diantaranya:
- Karbohidrat,
- Senyawa,
- Nitrogen,
- Lemak,
- Senyawa asam.
Ketika biji belum masuk proses roasting, senyawa tersebut belum aktif dan tidak saling berinteraksi. Namun, akibat proses pemanasan senyawa itu akan berpadu hingga menghasilkan senyawa baru.
Dalam tahapan ini terjadi beberapa reaksi kimia, mulai dari reaksi Maillard, reaksi karamelisasi, pirolisis dan keasaman.
Tahapan Reaksi Maillard
Tahapan reaksi dimulai secara intens ketika kadar air rendah di suhu 140-170°C. Di sini senyawa yang menghasilkan citarasa kopi mulai keluar. Terdapat 3 fase dalam reaksi Maillard.
Fase Pertama
Ketika pemecahan senyawa protein berubah menjadi asam amino. Di saat yang sama, senyawa karbohidrat terpecah menjadi monosakarida glukosa dan fruktosa.
Kemudian, sintesa asam amino dan monosakarida menghasilkan senyawa amadori. Senyawa ini tidak stabil, sehingga mengalami penyusutan kadar air secara cepat.
Penyusutan kadar air yang cepat menghasilkan senyawa karbonil. Perubahan tersebut mengikuti mekanisme reaksi Strecker.
Fase Kedua
Reaksi Strecker menyertakan penggabungan senyawa alfa asam amino dan senyawa dikarbonil. Pada proses ini biji berubah warna menjadi kuning kecoklatan. Reaksi ini menghasilkan senyawa volatil yang disebut pirazina dan senyawa non-volatil bernama piridin.
Pembentukan aroma terjadi karena adanya senyawa pirazin. Tingkat nilai ambang batas pirazina paling rendah, ini mempengaruhi uap senyawa ini mudah terdeteksi melalui penciuman. Sementara itu, senyawa piridin penyebab munculnya rasa pahit.
Fase Ketiga
Fase ini memproduksi senyawa melanoidin yang terjadi atas reaksi kondensasi beberapa senyawa hasil dari fase kedua. Di fase ketiga, terdapat kontribusi pembentukan citarasa dan perubahan warna menjadi coklat tua.
Tahapan Reaksi Karamelisasi
Ketika kadar asam amino pada green bean semakin rendah, itu berarti reaksi karamelisasi telah dimulai. Rendahnya asam amino ini terjadi akibat reaksi Maillard. Senyawa sukrosa atau gula terjadi dehidrasi dan terkondensasi menjadi karamel. Reaksi terjadi pada suhu 170-200°C.
Hasil dari reaksi ini bergantung dari derajat dehidrasi, ketika pemanasan mencapai suhu 170°C. Maka, gula dalam biji melepas 4 molekul air atau H2O, lalu berganti menjadi senyawa karamelan.
Di titik ini warna biji kopi berubah coklat dan oleh senyawa ini ada kecenderungan rasa manis yang muncul.
Sukrosa dapat berubah menjadi senyawa karamelen karena melepas 8 molekul air. Ini terjadi jika suhu pemanasan dinaikkan lagi.
Proses karamelin ini membuat perubahan warna roasting green bean menjadi coklat tua. Muncul pula produk reaksi ini yang disebut senyawa furan. Senyawa Furan menciptakan rasa manis karamel dan rasa kacang atau nutty.
Tahapan Pirolisis
Ketika suhu kembali naik pada tingkat roasting 200°C, tahapan reaksi naik menjadi fase pirolisis. Tahapan ini terjadi reaksi perubahan isi senyawa organik komplek yang dimiliki biji kopi.
Akibat tingginya suhu dan kurangnya jumlah oksigen, sehingga terbentuk fraksi senyawa karbon berwujud gas dan padat. Gas produk pirolisis berada di dinding sel biji kopi. Lapisan tersebut kuat dan memiliki sifat sulit ditembus.
Peningkatan suhu ketika proses roasting kopi menyebabkan munculnya tekanan gas produksi membesar. Ini mengakibatkan dinding sel pecah hingga berbunyi suara retakan.
Beberapa senyawa pada akhirnya membentuk atom karbon atau dikenal sebagai arang. Memiliki warna yang semakin gelap, tetapi terdapat lapisan minyak di bagian luarnya.
Dalam tahapan ini, biji kopi memiliki rasa lebih pahit (bitter) dengan tingkat keasaman yang menurun.
Tahapan Keasaman
Biji kopi memiliki citarasa rasa asam (acidity) yang kompleks dan berpadu dengan rasa lainnya. Ini memunculkan sensasi menarik di lidah penikmat.
Namun, ada pula citarasa masam (sourness), yakni rasa terlalu asam hingga menyebabkan sensasi tidak nyaman di lidah penikmat kopi.
Senyawa kimia yang menyumbangkan rasa asam di dalam green bean ada 3 jenis, diantaranya :
- Asam Alifatik,
- Klorogenat,
- Fenolat.
Konsentrasi tiga senyawa di ata dapat mempengaruhi nilai pH biji kopi hasil roasting. Oleh karena itu, tingkat keasaman diukur berdasarkan nilai pHnya.
Sebelum penyangraian, pH green bean mencapai 5,7. Lalu, setelah roasting hingga tingkat first crack (light) menurun menjadi 5,20.
Penurunan ini setelah terjadi penguraian senyawa sukrosa, glukosa dan fruktosa. Kemudian, berubah menjadi senyawa asam golongan alifatik secara maksimal, yakni:
- Asam sitrat
- Malat
- Laktat
- Piruvat
- Asam Asetat
Semakin tinggi suhu ketika menyangrai, senyawa asam lebih cepat terbentuk. Inilah sebabnya nilai pH kopi sangrai lebih rendah.
Kemunculan senyawa asam dalam biji kopi tetap bertahan hingga tingkat roasting dengan suhu medium. Kira-kira sekitar 48 detik setelah tingkat penyangraian first crack.
Kemudian, pH kembali naik pada tingkat roasting second crack, dengan nilai sekitar 5,30. Ini terjadi karena asam alifatik mengalami perubahan menjadi gas CO2.
Proses tersebut berlanjut sampai sekitar 48 detik usai tingkat sangrai second crack. Dekomposisi lebih cepat terjadi jika suhu naik di titik 210 C. Sehingga, pH biji kopi naik menjadi 5,40.
Senyawa asam akan terurai melalui proses pemanasan dengan suhu tinggi. Sampai pada roasting tingkat gelap atau very dark, asam klorogenat berubah menjadi asam kuinat.
Asam kuinat yang menyebabkan munculnya sourness atau rasa masam saat penyeduhan kopi hasil dari roasting.
Sangat menarik untuk mengetahui tahapan fisik dan kimia yang terjadi pada green bean atau biji kopi. Tahapan tersebut dapat terjadi akibat adanya pemanasan atau penyangraian (roasting).
Sumber:
https://www.cctcid.com/2019/07/22/perubahan-fisis-dan-kimiawi-biji-kopi-selama-penyangraian
https://coffeeland.co.id/roasting-coffee-proses-penting-dalam-menentukan-karakteristik-kopi
https://repository.pertanian.go.id/bitstreams/28fe8cba-05fe-4938-8a23-7cbf5cf50136/download