Dalam waktu satu dasawarsa setelah meraih puncak dari keberhasilan Sistem Tanam Paksa kopi di Sumatera Barat. Produksi kopi menurun drastis dan pemerintah tidak mampu membendung kemerosotan produksi kopi. 

Hal itu juga yang membuat pemerintah kolonial mencabut Sistem Tanam Paksa kopi pada tahun 1908. Kenneth R. Young mejelaskan beberapa faktor dari merosotnya produksi kopi di Sumatera Barat setelah masa puncaknya.

Faktor pertama, tanah yang paling baik untuk kopi sudah mulai berkurang. Langkah penanaman kopi di Sumatera Barat adalah dengan menanam di lahan–lahan yang sangat luas yang sangat cocok untuk menanam kopi dan mengeklpoitasi pohon–pohon kopi selama mungkin. 

Menurut Courperus dan Ousche, pohon–pohon kopi di daerah Sumatera Barat masih berbuah sesudah umur30 atau 40 tahun. Saat rata–rata tanaman komersil di Jawa pada saat itu hanya berbuah hingga umur lima belas hingga dua puluh tahun. 

Perlu untuk membuka kebun–kebun baru di daerah lain

Pembukaan lahan–lahan baru memerlukan pekerjaan yang sangat berat dan kurang produktif bagi petani. Ditambah pembukaan lahan baru dilakukan di tempat yang lebih jauh dari kampung–kampung mereka jika dibandingkan dengan lahan sebelumnya. 

Hal tersebut menambah kesulitan dalam transportasi bagi para petani. Sistem Tanam Paksa kopi di Sumatera Barat diciptakan atas dasar kebutuhan pekerja yang minimal, seperti saat masa–masa sebelum sistem ini dicetuskan. 

Merubah dasar sistem tersebut berati membuat sistem tidak berjalan, hal tersebut menyebabkan masyarakat Minangkabau meninggalkan kebun–kebun mereka karena benci. 

Faktor kedua adalah penyakit daun yang menjangkit pada pohon–pohon kopi. Pada 1870-an, penyakit hemilia vestarix menyerang kopi jenis Arabica yang ditanam di daerah Sumatera Barat.

Penyakit ini hampir memusnahkan sebagian besar perkebunan kopi yang berada dibawah ketinggian seribu meter diatas permukaan laut (mdpl), untuk tanaman kopi yang berada diatas ketinggian tersebut tidak terjangkit wabah hama. 

Faktor ketiga, sesudah tahun 1873, pemerintah kolonial terlibat peperangan yang panjang, mahal dan sengit dengan Aceh. Perlawanan dari Aceh yang sengit diimbangi oleh pemerintah kolonial dengan menambah jumlah pasukan. 

Beberapa pasukan didatangkan dari daerah Sumatera Barat

Pengadaan tentara dari daerah Sumatera Barat berdampak pada berkurangnya kekuatan tentara yang merupakan salah satu instrument pemaksa bagi masyarakat Sumatera Barat dalam sistem tanam paksa kopi.

Pemerintah kolonial mencoba menanggulangi masalah penuruan produksi ini dengan mendatangkan seorang ahli pertanian berpengalaman dari Jawa, bernama Inspektur Ples. Pada tahun1875 – 1876, Ples memberikan garis–garis besar untuk membangun produksi kopi secara ilmiah, untuk memungkinkan budi daya yang intensif. 

Karena tidak memahami tanah pegunungan ini, Ples malah memberikan saran yang salah yang ternyata sangat merusak. Ples menyarankan tentang pohon–pohon pelindung, pada faktanya pohon pelindung tersebut malah merusak tanaman kopi. 

Saran ini tidak cocok dengan perkebunan kopi yang letaknya lebih tinggi daripada perkebunan kopi di daerah Jawa. Hal tersebut membuat kepercayaan petani terhadap langkah-langkah ilmiah dalam penanaman kopi hilang dan lebih menguatkan petani Sumatera Barat bahwa penanaman kopi secara tradisional jauh lebih efektif.

Jika kamu merupakan produsen kopi dari berbagai daerah, jangan sungkan untuk membuka toko di platform KopiKita, sehingga para penikmat kopi dari seluruh Indonesia dapat mencicipi produksi kopi kamu. Ajukan bisnis ke platform KopiKita sekarang dengan mengisi form berikut ini.


Kamu penikmat kopi? Saatnya kunjungi platform KopiKita untuk menemukan kopi dari berbagai daerah di Indonesia dengan harga terbaik.